Kisah Tambora 197 Tahun Lalu dan Frankenstein
Kekuatan letusan Gunung Tambora adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah
Rabu, 11 April 2012, 06:08 WIB
Elin Yunita Kristanti
Gunung Tambora, letusan terbesar yang tercatat dalam sejarah. (Google earth)
BERITA TERKAIT
• Ancaman Lewat, Gunung Tambora Kini Normal
• Amuk Tambora Masih Hantui Penduduk NTB
• Misteri 3 Kerajaan Terkubur Letusan Tambora
• Dua Abad Letusan Tambora Minim Dukungan
• VIDEO : Warga Kaki Gunung Tambora Mengungsi
VIVAnews -- Pada Senin 9 April 2012, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan Gunung Tambora berstatus normal, level terendah dalam status kegunungapian. Situasi yang kontras dibandingkan apa yang terjadi 197 tahun lalu.
Kala itu, pada 5 April 1815, Tambora mulai menunjukkan gejala tak beres. Ia bergemuruh, suaranya menggelegar. Abu dimuntahkan dari kawag. Data PVMBG menyebut, letusan paroksimal terjadi pada tanggal 10 April 1815 dan berakhir pada tanggal 12 April 1815. Tiga hari yang mengerikan. Letusan diiringi halilintar sambung-menyambung bagaikan ledakan bom atom, terdengar hingga ratusan kilometer.
Kekuatan letusan Tambora adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah. Sebanyak 92.000 nyawa terenggut, abu dan panas menyembur melubangi atmosfer, suhu rata-rata global merosot 3 derajat Celcius. Bahkan di belahan Bumi utara, tak ada musim panas di tahun berikutnya, 1816, 'the year without summer'. Badai salju melanda New England Juli tahun itu, panen gagal. Eropa pun mengalami kondisi yang sama parahnya.
Kabar pertama meletusnya Tambora mencapai Inggris pada November 1985. Media The Times mempublikasikan secarik surat dari seorang pedagang di Hindia Belanda. "Kita baru mengalami letusan paling luar biasa yang mungkin belum pernah terjadi di manapun di muka Bumi," tulis dia, seperti dimuat situs sains, NewScientist.
Gunung yang meletus adalah Tambora di Pulau Sumbawa. Letusannya terdengar hingga 850 kilometer. Sejumlah nahkoda kapal yang berlayar di sekitar Sumbawa menggambarkan kondisi parah kala itu. "Mereka melihat lautan sejauh mata memandang dipenuhi batang pohon, batu yang mengapung, yang menghalangi kapal," demikian tulis pedagang itu.
Dua hari setelah letusan dahsyat, Sumbawa gelap gulita. "Tanaman padi sama sekali rusak, tak ada yang tersisa. Manusia dalam jumlah besar tewas seketika, lainnya meregang nyawa setiap harinya."
Di belahan dunia lain, Tambora juga merenggut ribuan nyawa. Bukan karena letusannya, melainkan akibat epidemi tifus dan kelaparan merata di wilayah Eropa. Rusuh tak terelakkan, rumah-rumah dan toko dibakar dan dijarah. Tambora bahkan mengubah peta sejarah, 18 Juni 1815, cuaca buruk yang diakibatkan Tambora membuat Napoleon Bonaparte kalah perang di Waterloo. Hari terpedih dalam sejarah gilang-gemilang Sang Kaisar Prancis.
Namun, tak ada yang menduga, ilmuwan sekalipun, Matahari akan menghilang tahun 1816. Orang-orang mengira, kiamat akan segera terjadi. Kepanikan tak terkendali. "Seorang gadis membangunkan bibinya dan berteriak, dunia akan segera berakhir. Sang bibi yang terkejut, bahkan sampai koma.
Sementara di Ghent, pasukan kavaleri yang melintas saat badai meniup terompet mereka, tanpa diduga, dua pertiga penduduk turun ke jalan, berlutut. Mereka mengira telah mendengar sangkakala pertanda kiamat," demikian digambarkan London Chronicle.
Mengilhami Frankenstein
Di seputaran waktu itu, seorang perempuan 18 tahun bernama Mary Shelley sedang berlibur di kawasan Danau Jenewa, Swiss. Bersama Bysshe Shelley, suaminya di masa depan, mereka terjebak hujan deras di rumah Lord Bryon. Suasana gelap kala itu.
Untuk mengalihkan perhatian dari cuaca buruk, tuan rumah mengadakan kompetisi menulis cerita horor. Shelley menghasilkan sebuah novel spektakuler yang tenar sepanjang massa, "Frankenstein".
Masa itu, seperti dimuat situs sains, Discovery.com, mereka juga sempat melakukan eksperimen, menggunakan gelimbang listrik pada hewan yang mati -- yang melatarbelakangi ide membangkitkan jasad yang tak bernyawa. Kelompok itu juga bergiliran membaca kisah horor German.
Sementara, Lord Bryon menghasilkan puisi berjudul "Darkness". "Cahaya matahari padam," demikian tulis Bryon dalam puisi yang ia tulis tahun 1986.
Di Indonesia, sejarah Tambora lama terlupakan. Sedikit yang menyadari, kejadian luar biasa pernah terjadi di nusantara. Peringatan dua abad letusan Tambora akan jatuh pada April 2015 mendatang. Perhelatan akbar sedang disiapkan, termasuk eksebisi situs-situs yang ditemukan di sekitar gunung tersebut.
Di antaranya, sisa-sisa peradaban kuno dan kerangka dua orang dewasa yang terkubur abu Tambora di kedalaman 3 meter. Diduga, itu adalah sisa-sisa Kerajaan Tambora yang tragisnya 'diawetkan' oleh dampak letusan dahsyat itu.
Penemuan situs itu membuat Tambora punya kesamaan dengan letusan Gunung Vesuvius di abad ke-79 Masehi. Peradaban di Tambora lantas sebagai "Pompeii di Timur."
Baca juga: Kisah Nestapa Akibat Letusan Tambora 1815
(ren)
Nasional
Misteri 3 Kerajaan Terkubur Letusan Tambora
Tiga kerajaan terkubur saat Gunung Tambora mengamuk dahsyat pada 1815
Jum'at, 9 Desember 2011, 06:17 WIB
Elin Yunita Kristanti
Gunung Tambora (Google earth)
BERITA TERKAIT
• Dua Abad Letusan Tambora Minim Dukungan
• VIDEO : Warga Kaki Gunung Tambora Mengungsi
• 3 Kawasan Rawan di Sekitar Gunung Tambora
VIVAnews -- Kala itu, 5 April 1815, Gunung Tambora di Sumbawa mulai gelisah, "batuk-batuk" dan bergemuruh. Kondisi ini terus terjadi, klimaksnya, pada 11 dan 12 April, ia meletus. Bumi bagai terguncang, letusannya terdengar lebih dari 2.000 kilometer, debu berhamburan ke angkasa -- langit pun gelap gulita hingga berhari-hari lamanya.
Itu adalah letusan paling dahsyat yang pernah tercatat dalam sejarah.
Bayangkan, lelehan lava panas, batu yang berterbangan, dan gas mematikan yang ke luar dari perut Tambora, merenggut puluhan ribu orang di sekitarnya.
Efeknya bahkan dirasakan di belahan dunia lain -- Eropa dan Amerika Utara mengalami musim dingin yang panjang. Salju turun di tengah musim dingin di Australia dan Afrika Selatan. Tahun berlalu tanpa musim panas, "The year without summer" -- ketika suhu sangat dingin, manusia dan hewan membeku, panen gagal, dan orang-orang ketakutan, mengira saat itu kiamat akan segera tiba.
April 2015 mendatang, akan diperingati dua abad letusan Tambora. Salah satu yang akan ditunjukkan pada dunia adalah situs-situs yang ditemukan di sekitar gunung: sisa-sisa peradaban kuno dan kerangka dua orang dewasa yang terkubur abu Tambora di kedalaman 3 meter. Diduga, itu adalah sisa-sisa Kerajaan Tambora yang tragisnya 'diawetkan' oleh dampak letusan dahsyat itu.
Temuan itulah yang kemudian membuat Tambora mendapat julukan, "Pompeii di Timur." Pompeii adalah nama kota Romawi di dekat Naples, Italia yang disapu oleh letusan dahsyat Gunung Vesuvius. Kota tersebut terkubur di bawah timbunan abu raksasa dan lenyap selama 1.600 tahun sebelum ditemukan kembali secara tidak sengaja.
Tiga kerajaan terkubur
Sebelum amuk Tambora, ada tiga kerajaan yang berkuasa di sekitarnya: Tambora, Pekat dan Sanggar. Hingga kini, penelitian belum bisa memastikan di mana persisnya lokasi tiga kerajaan yang tertimbun abu, debu serta lahar Tambora.
Peneliti Balai Arkeologi Denpasar, Made Grie mengatakan, salah satu alasannya, hingga saat ini temuan benda bersejarah di Gunung Tambora masih sedikit. Meski, tim peneliti Arkeologi Denpasar baru-baru ini menemukan rangka rumah tradisional yang terbuat dari kayu. Rumah tersebut terdiri dari atap yang terbuat dari alang-alang serta beberapa perabotan rumah yang sudah porak-poranda.
"Belum ada temuan baru di sekitar Tambora, hanya saja baru-baru ini kami menemukan rangka rumah tradisional layaknya rumah adat warga Bima,"kata Made Grie kepada VIVAnews.com yang menghubunginya dari Mataram.
Rumah tersebut, lanjut Made Grie layaknya rumah panggung yang kemungkinan bagian dari pemukiman masyarakat Kerajaan Tambora. Meski begitu, Grie belum dapat memastikan di mana letak sebenarnya istana Tambora tersebut. Dia menduga keberadaan istana tersebut berada di sekitar perkebunan kopi di Kecamatan Tambora.
Selain rumah itu, tim juga menemukan sejumlah benda bersejarah lainnya seperti keris, pecahan keramik, alat tenun, tali kuda, dan perhiasan. Menurutnya, jumlah temuan tim arkeolog Denpasar itu berkisar antara 10 item lebih. Kini hasil temuan itu disimpan di Balai Arkeologi Denpasar untuk diteliti.
Temuan-temuan itu, lanjut Made Grie mengindikasikan keberadaan dua kerajaan yakni Pekat dan Tambora. Sementara untuk kerajaan Sanggar masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Made Grie menjelaskan, keberadaan dua kerajaan -- Tambora dan Pekat secara geografis memungkinkan berada di perkebunan kopi. Pasalnya letak perkebunan kopi yang cukup luas dan menghadap ke Pelabuhan Kenanga. "Tapi itu membutuhkan penelitian dan kami pelajari lebih lanjut. Saya punya anggapan indikasi letak kesultanan Tambora berada di lokasi tanah lapang di perkebunan kopi,"ujarnya.
Tidak hanya itu, indikasi lain yang perlu dipelajari, kata Made Grie, adalah keberadaan penjajah Belanda yang pernah berkuasa, memungkinkan jika pondasi istana kerajaan itu sudah diperbaharui. Artinya bisa jadi Belanda membuat pondasi baru diatas pondasi kerajaan tersebut, sehingga membutuhkan ketelitian untuk mengetahui apakah sisa-sisa istana Tambora masih ada.
Prediksi itu, menurut Made akan ditindak lanjuti terlebih pernah ditemukannya kerangka manusia. Hingga saat ini Balai Arkeologi Denpasar belum membuat peta secara keseluruhan terkait keberadaan kesultanan Tambora dan Pekat itu.
Dia yakin, keberadaan kesulatanan Tambora merupakan kawasan pusat perekonomian. Tempat itu diprediksi sebagai daerah suplai komoditi dan ekspor-import di Bima. Maka itu, dibutuhkan waktu lama dan tentunya tenaga untuk mengungkap misteri kerajaan Tambora dan Pekat yang terkubur akibat letusan Gunung Tambora. (ren)
Laporan: Edy Gustan | Mataram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar